Perang Dunia Ke II

Posted in By weninoy 0 komentar

“Seperti banyak orang lainnya yang yakin bahwa kami adalah sekte pemuja setan yang kepentingannya selalu bertolak-belakangan dengan kepentingan Amerika, dan menghakimi saya beserta keluarga sebagai “Internasionalis”, bersama jaringan kolega saya diseluruh penjuru dunia berkonspirasi untuk mendikte politik dan ekonomi dunia.. Apabila itu tuduhan yang dilayangkan kepada saya, maka SAYA MENGAKU BERSALAH, & BANGGA TELAH MELAKUKANNYA!(1)” (David Rockafeller)

Singkatnya, evolusi sejarah PDII pada empat dasawarsa terakhir telah melahirkan versi simplfifikasi, meng-edit sisi kompleksnya, hanya fokus ke bagian-bagian penuh sensasi yang semakin MENJAUH dari keakurasian, dikerucutkan kepada racauan seorang gila yang bernama Adolf Hitler. Selama lebih dari 40 tahun, sejarawan-sejarawan komersil yang digaji oleh media mainstream (BBC, NatGeo, Wikipedia, Hollywod, dll) telah sukses mensimplifikasi sejarah PDII menjadi cerita horor tentang seorang psikopat rasis yang berambisi membersihkan Eropa dari ras yahudi, dibantu sebuah organisasi bernama “Nazi” yang berisikan monster-monster pembunuh berdarah dingin, lalu bergotong-royong melakukan pembunuhan massal sistematis kepada seluruh yahudi di Eropa.

Dalam IMAJINASI kolektif peradaban barat, tidak ada apapun di dunia yang lebih buruk dari Nazi-isme. Tidak ada dosa yang lebih jahanam, tidak ada kebrutalan yang lebih biadab daripada apa yang telah Nazi lakukan, sebuah penistaan absolut terhadap kemanusiaan. Bangsa Jerman tercabik-cabik dimutilasi oleh pembantaian moral yang masih berlangsung sampai detik ini. Arus informasi berupa buku, artikel, program TV, film-film layar lebar khusus membahas ‘kemonsteran’ Nazi karya media mainstream tak terhitung banyaknya membanjiri dunia, tidak memberikan celah sedikitpun kepada opini lain selain versi mereka.

Berdasarkan riset-riset yang dilakukan oleh para sejarawan revolusioner, disertasi doktoral, jurnal-jurnal para professor, mereka yang tak pernah tinggal diam dan selalu berupaya untuk mengisi titik-titik kosong dalam sejarah, telah menemukan banyak bukti yang menunjukan adanya 15 tahun campur tangan raksasa bisnis Amerika dibawah koordinasi elit-elit politik kerajaan Inggris dalam evolusi Nazi-isme di Jerman (bahkan jauh sebelum PDII dimulai). Kesuksesan Hitler dan Nazi tidak pernah karena faktor keberuntungan. Boleh dibilang, TANPA dukungan finansial terencana dan sistematis dari para super-konglomerat Amerika, tak ketinggalan perlindungan dari para elit kerajaan Inggris, TIDAK akan ada Adolf Hitler, dan TIDAK akan ada Nazi.

Ini adalah bab PDII yang telah di-edit dari penulisan sejarah, dijauhkan dari jangkauan kita, yakni tentang rencana kerajaan Inggris menghancurkan calon pesaing (Jerman Reich muda), dengan cara bersinergi dengan para elit bisnis Amerika melahirkan rencana jenius untuk menata ulang peta kekuatan ekonomi di Eropa melalui 4 tahap:

1. Klub-klub bisnis super elit Wall Street mengalirkan pinjaman dan investasi terbesar dalam sejarah Jerman untuk membantu Hitler dan Nazi membangun angkatan bersenjatanya,

2. Uni Soviet yang bertindak dibawah koordinasi London, memprovokasi Nazi untuk memastikan mereka berangkat menuju perangkap Front Timur,

3. Amerika Serikat secara terkalkulasi menunda membuka Front Barat selama tiga tahun, untuk membiarkan Nazi masuk jauh ke dataran Rusia, dimana telah menunggu ratusan divisi tempur Tentara Merah yang jumlahnya 2-3x lebih banyak,

4. Baru setelah Jerman babak-belur di Rusia, Inggris-Amerika membuka front barat (D-DAY), melumat Jerman, sampai tiada lagi Jerman yang merupakan ancaman, hanyalah sebuah populasi manusia berbahasa Jerman yang hidup di wilayah yang dikontrol para elit Anglo-Amerika.

Peristiwa-peristiwa sejarah ini telah dengan sistematis dihapus dari catatan sejarah, untuk menutupi keterlibatan para elit bisnis dan elit politik kulit putih Anglo-Amerika yang senantiasa menciptakan skenario tatanan dunia, DIGANTI dengan cerita FIKSI heroisme, yakni perang antara GOOD VS. EVIL yang lebih laku dijual. Ada kekuatan yang begitu menakutkan (lebih menakutkan dari Nazi), yaitu kolusi antara para raksasa bisnis dengan para elit negara-negara super power, melalui jaringan super-kompleks, diplomatik, finansial, dan militer, yang selalu berhitung, berencana dan berkomplot untuk menentukan masa depan bangsa-bangsa di dunia, beserta sebuah fakta yang tak kalah penting, bahwa mereka semua adalah kulit putih (sama sekali bukan Yahudi seperti yang diduga banyak orang).

SUMBER:
(1) “David Rockefeller: Memoirs” (Random House NY), David Rockafeller


(2). PERCOBAAN MEMBUAT NAZI-AMERIKA YANG GAGAL

Jendral Smedley Butler adalah putra seorang pengacara dan politisi yang terpilih sebagai Congressman (anggota DPR) pada tahun 1897 di Amerika. Ia bergabung dengan US Army (angkatan bersenjata Amerika) pada umur 16 tahun, dan menjadi Mayor Jendral termuda pada usia 48 tahun. Pada Juli 1934, Jendral Butler didatangi oleh dua orang suruhan yang menawarkannya uang sebesar $30.000.000 (tiga puluh juta dolar) untuk memulai gerakan fasis baru di Amerika dan memimpin 500.000 orang fasis untuk turun ke jalan dan melaksanakan coup d’état (kudeta) untuk mencopot Presiden Franklin D. Roosevelt dari kantor oval gedung putih. Jendral Butler tidak langsung menolak, bahkan menyatakan bersedia menyanggupi permintaan tersebut dengan syarat ia dipertemukan dengan pendana utama, orang-orang yang membiayai langsung gerakan ini.

Dalam tempo singkat, Jendral Butler mendapatkan yang diinginkannya dan bertemu dengan oligarki bisnis yang menguasai 90% pasar dan permodalan di Amerika. Mereka adalah keluarga Du Ponts (pemilik industri baja terbesar di Amerika), Rockefeller (pemilik dari Standard Oil & Chase Bank), para bos dari General Motors, dan Prescott Bush (pengusaha kaya kakek dari George W. Bush). Belakangan Butler mengetahui bahwa keinginan dari para konglomerat ini adalah untuk menginstalasi rezim fasis seperti yang sedang dilakukan Nazi di Jerman, dengan TUJUAN agar Amerika Serikat melakukan invasi militer (PERANG) untuk mengeluarkan negara dari resesi ekonomi yang berkepanjangan. Namun mereka melupakan satu elemen penting, yakni Jendral Butler adalah seorang nasionalis yang berasal dari keluarga konservatif yang tidak mungkin mengadopsi ideologi ekstrim seperti yang mereka tawarkan.(2)

Begitu Butler merasa telah mendapatkan bukti cukup, tanpa membuang banyak waktu ia segera mengadakan pertemuan dengan 2 orang congressman AS, yakni John McCormack dan Samuel Dickstein pada 24 November 1934 untuk melaporkan percobaan kudeta yang didalangi oleh sindikasi konglomerat itu. Meski laporan diterima dengan baik, namun McCormack dan Dickstein seolah enggan menindak-lanjuti kemungkinan pelanggaran konstitusi ini. Bahkan tak lama, pers dan media berbalik menyerang Butler, menyebutnya sebagai penyebar fitnah dengan tujuan mencari sensasi.


SUMBER:
(2)“The New Pearl Harbor: Disturbing Questions About the Bush Administration and 9/11” (Olive Branch Press), David Ray Griffin


(3). PARA KONGLOMERAT MENCIPTAKAN HITLER & NAZI

Surat yang ditulis William Dodd (Dubes AS untuk Jerman di Berlin) pada tanggal 19 Oktober 1936 kepada Franklin D. Roosevelt, “Saya memiliki rasa takut terhadap peran korporasi-korporasi Amerika dalam kemungkinan terjadinya kehancuran demokrasi di Eropa. Bahkan saat saya menulis surat ini, telah ada ratusan perusahaan Amerika yang membangun bisnisnya di Jerman. Keluarga DuPonts (melalui I.G. Farben), Standard Oil milik Rockefeller (melalui Ersatz Gas), terang-terangan memberikan bantuan langsung kepada riset persenjataan Jerman, Saya menulis ini kepada anda, karena saya khawatir mereka hanya akan memberikan komplikasi kepada bahaya laten perang.”(3)

Selama digelarnya pengadilan atas kejahatan perang Nazi seusai PDII, media dengan giat melansir berita-berita dengan wacana “tidak mungkin bagi khalayak internasional dan komunitas bisnis untuk mengetahui rencana ekspansi militer Jerman”. Sesuatu yang dianggap ABSURD oleh penulis akademis Gabriel Kolko. Dalam sebuah bukunya, Kolko menulis, “Tidak perlu dijelaskan lagi motif perusahaan-perusahaan Amerika yang berkontrak dengan Jerman. Apabila mereka klaim bahwa mereka tidak pro-Nazi, saya tidak tahu lagi cara lain untuk mendifinisikannya. Sama halnya dengan industri media Amerika, yang jelas-jelas telah mengetahui sejak tahun 1935 bahwa ujung dari upaya kemakmuran Jerman adalah mutlak merupakan persiapan untuk perang.”(4)

Berawal dari retribusi yang ditetapkan kepada Jerman oleh Perjanjian Versailes sebagai denda atas kerusakan yang timbul akibat PDI sebesar 132 milyar mark per tahun (terhitung ekuivalen dengan 1/4 nilai ekspor Jerman). Pendudukan Ruhr oleh Prancis dan Belgia membuat situasi tambah rumit bagi Jerman, yang hampir kehabisan nafas dalam melakukan pembayaran. Hal ini dibaca jeli oleh para bankir Wall Street, yang kemudian pada tahun 1924 diprakarsai J.P. Morgan membentuk “Komite Perbankan untuk Jerman” dengan program Dawes Plan 1924 (5) semacam IMF untuk Indonesia, dan berhasil menggelontorkan serangkaian sindikasi pinjaman sebesar $800 juta, yang sebagian besar dialirkan ke industri strategis Jerman yang dikonsolidasikan oelh I.G. Farben dan Vereinigte Stahlwerke yang merupakan industri pengadaan bahan kimia terutama yang mendukung material perang yang digunakan Jerman selama PDII (termasuk bahan peledak dan bom).

Kontribusi yang disumbangkan sindikasi korporasi Amerika dan Inggris untuk persiapan Jerman menjelang PDII boleh dikatakan fenomenal, bahkan sangat krusial kepada evolusi kemampuan militer Jerman. Pada tahun 1950, sejarawan James Stewart Martin, dalam sebuah bukunya menyimpulkan bahwa “Pinjaman rekonstruksi Jerman LEBIH merupakan kendaraan pendukung PDII, daripada program pembangunan pasca-PDI.”(6) Dua macam bahan baku terpenting untuk perang, yakni: bahan peledak dan BBM, keduanya diperoleh Jerman berkat mega investasi yang digelontorkan sindikasi para bankir raksasa finansial Morgan-Rockefeller.

Tak cukup disitu, mereka bahkan terjun langsung memproduksi mesin perang Jerman melalui dua manufaktur kendaraan lapis baja terbesar, yakni Opel yang merupakan sahamnya dimiliki General Motors (manajemen dikontrol penuh oleh J.P. Morgan), dan Ford A.G. Jerman (anak perusahaan Ford Motor Company Detroit). Singkatnya, sindikasi para elit industrialis Amerika yang dipimpin oleh bankir-bankir grup finansial Morgan-Rockefeller telah memberikan peran yang tak ternilai bagi kebangkitan Jerman menjadi negara adidaya dibawah rezim Nazi. Beberapa kocoroan dana (diantara dari sekian banyka) yang berasal dari Wall Street. Diketahui mengalir langsung masuk ke jantung industri strategis Jerman untuk memastikan metamorfosis Jerman menjelma menjadi negara adidaya(7):

1. IG. Farben, supplier terbesar industri perang Jerman (bahan kimia, plastik, karet sintetis, amunisi, dll.) mendapat suntikan dana dari Chase Bank, Standard Oil & Ford Motor Co.
2. Fritz Thyssen & Krupp, produsen baja strategis terbesar Jerman mendapat suntikan dana dari Union Banking Corp, Ford Motor Co. & General Electric.
3. OPEL yang merupakan produsen 60% kampfwagen (kendaraan tempur lapis baja) merupakan anak perusahaan dari Ford Motor Co.
4. Hampir seluruh alat komunikasi pada mesin perang Jerman disuplai oleh ITT & General Electric.
5. DAPAG (Deutsche-Amerikanische Petrolieum AG) perusahaan minyak terbesar Jerman yang merupakan industri perang paling strategis, merupakan anak perusahaan Standard Oil milik Rockefeller.

FYI. Franklin D. Roosevelt adalah salah satu anggota Dewan Direksi (Board of Directors) dari I.G. Farben Amerika.

SUMBER:
(3)“Franklin D. Roosevelt and Foreign Affairs” Volume III: September 1935-January 1937 (Cambridge: Belknap Press), Edgar B. Nixon
(4) ”American Business and Germany, 1930-1941" Volume XV (Western Political Quarterly), Gabriel Kolko
(5)“Tragedy and Hope” A Study on International Affairs (Univ.Georgetown Press), Professor Carroll Quigley
(6)“All Honorable Men” (Boston: Little Brown and Company), James Stewart Martin
(7)“Wall Street and the Rise of Hitler” (Hoover Press), Anthony C. Sutton

(4). INGGRIS BIANG KEROK TERJADINYA PERANG DUNIA II

Mantan Sekretaris Negara AS periode 1930-an, James Forrestal, menulis dalam buku harian nya yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku, “Pada 17 September 1938, saya bermain golf dengan John Kennedy (ayah dari John F. Kennedy), dan John bercerita kepada saya, bahwa Perdana Menteri Inggris, Sir Neville Chamberlain pernah berkata kepadanya bahwa para penguasa raksasa bisnis Inggris dan Wallstreet mendesaknya agar membawa Inggris untuk berperang dengan Jerman”.(8)

Pada 24 Oktober 1938, Jerman mengajukan tuntutan klaim wilayah atas Danzig (yang tadinya merupakan wilayah Jerman), namun diberikan ke Polandia untuk memberikan koridor ke laut. Menurut versi sejarah resmi, tuntutan yang dilayangkan Jerman kepada Polandia ini adalah sebagai niat Jerman untuk mengobarkan perang di daratan Eropa. Namun yang tidak ditulis oleh para sejarawan komersil adalah, Jerman menawarkan barter wilayah industri Teschen di Chekoslovakia(9) untuk ditukarkan dengan Danzig (yang memang wilayah Jerman yang dikuasai Polandia).

Namun penawaran damai Jerman kepada Polandia ini dijawab oleh Perdana Menteri Inggris Sir Neville Chamberlain dengan pengumuman dihadapan Parlemen Inggris House of Commons pada tanggal 31 Maret 1939, berupa pernyataan siap berperang dengan Jerman, apabila Jerman menganeksasi wilayah milik Polandia. Ultimatum Chamberlain ini diterjemahkan oleh pemerintah Polandia sebagai dukungan untuk tidak menyetujui penawaran damai pertukaran wilayah dari Jerman. Sejak itu Polandia menolak berunding dengan Jerman yang justru akan memancing Jerman untuk melakukan agresi militer ke wilayah kedaulatannya.

Setelah menghadapi penolakan berulang kali, Hitler akhirnya kehilangan kesabaran dan menerbitkan Surat Perintah No.1 kepada Wehrmacht (Angkatan Bersenjata Jerman) pada 31 Agustus 1939, yang berisikan perintah untuk melakukan agresi militer ke wilayah Polandia. Dalam pidatonya dihadapan petinggi militer Wehrmacht, Hitler berkata, “Polandia telah menolak penyelesaian damai, dan lebih memilih penyelesaian menggunakan jalur militer.” Rudolf Hess, deputi Hitler, melayangkan peringatan terakhir kepada Chamberlain pada hari yang sama, “Ini akan menjadi pertumpahan darah, tuan Chamberlain! Orang-orang tidak bersalah akan menjadi korban, dan semua akan menjadi dosa kalian (Inggris). Karena kalian telah menolak seluruh tawaran damai dari Herr Hitler, bahkan mendorong Polandia untuk menolak proposal damai dari kami, sehingga kami tidak punya pilihan lain!”(10) Namun semua ini tidak pernah ditulis dalam versi sejarah resmi yang kita kenal sekarang. Mengapa?

Pada 1 September 1939, Jerman memulai kampanye militer nya ke wilayah Polandia. Pada hari itu juga, Inggris dan Prancis menyatakan perang kepada Jerman. Pada 20 September 1939, Hitler kembali menawarkan proposal damai kepada Inggris dan Prancis untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah di seluruh daratan Eropa. Namun penawaran damai tersebut ditolak mentah-mentah oleh Chamberlain. Pada pidatonya di Reichstag pada tanggal 6 Oktober 1939, Hitler kembali menyampaikan keinginannya untuk berdamai dengan inggris dan Prancis. Hitler menjelaskan bahwa yang dilakukan Jerman selama ini hanya berniat untuk mengoreksi Perjanjian Versailles yang sangat merugikan Jerman, dan mengusulkan diadakannya perundingan. Penawaran damai ini kembali ditolak Chamberlain pada 12 Oktober(11). Anehnya semua fakta sejarah ini tidak pernah dituliskan oleh versi sejarah resmi.

Sekali lagi itikad baik ditunjukan oleh Hitler yang menginginkan terjadinya perdamaian, yakni ketika pasukan Inggris British Expeditionary Force (BEF) dipukul Wehrmacht sampai tersudut di pantai kota Dunkirk. Militer Jerman dapat dengan mudah membantai habis seluruh pasukan Inggris dan Prancis yang tidak punya tempat lagi untuk berlari. Namun Hitler memerintahkan AD dan AU Jerman untuk berhenti dan tidak melakukan apapun, untuk membiarkan seluruh pasukan Inggris dan Prancis diselamatkan melalui laut kembali ke Inggris. Daripada menceritakan niat baik Hitler untuk berdamai ini, versi sejarah resmi malah menyebut Dunkirk sebagai suatu “keajaiban” untuk mendukung mitos kekejaman Hitler.

Hitler masih belum menyerah untuk mengajak Inggris dan Prancis berdamai, ketika dalam pidatonya pada tanggal 19 Mei 1940, ia berkata, “Hati nurani saya berteriak agar Inggris mau menggunakan akal sehat, dan menghentikan ini semua.” Langsung dijawab oleh Sekretaris Luar Negeri Inggris Lord Halifax, “Kita tidak akan pernah berhenti berperang!”. Disempurnakan oleh jawaban Churcill pada tanggal 4 dan 17 Juni 1940, “Biarkan bangsa Inggris berperang di pantai-pantai. Kami tidak akan pernah menyerah. Camkan! Pada seribu tahun mendatang, orang-orang akan bekata bahwa ini adalah saat-saat terbaik mereka!”(12)

Pada permulaan tahun 1941, seorang bangsawan Inggris yang bernama Lord Charles Bedstone memprakarsai pertemuan antara dirinya dengan Reichsmarshall Hermann Göring. Dalam pertemuan yang dirahasiakan tempat dan waktunya dari pers ini, Lord Charles yang mengaku telah mendapat restu dari Churchill, menawarkan Göring akses ke pengadaan mineral strategis “Tungsten” untuk Jerman (Tungsten adalah bahan baku penting untuk campuran metal dalam produksi proyektil penembus baja), dengan syarat Jerman harus membuka front timur (berperang dengan Uni Soviet) dan menjatuhkan Komunis.(13)

SUMBER:
(8) “Forrestal Diaries” (Cassel & Co, London), James Forrestal
(9) “Department of Army Pamphlet No.20-255: The German Campaign in Poland” (Washington), Major Infantry Robert M. Kennedy
(10,11,12) “The Nameless War” (Noontide Press), Archibald Maule Ramsey
(13) “Conjuring Hitler”, How Britain And America Made the Third Reich (Pluto Press), Guido Giacomo Preparata PhD – Professor in University of Wahington

(5). RUSIA YANG PROVOKASI JERMAN UNTUK MENYERANG

Berdasarkan sejarah Perang Dunia II menurut versi BBC, Nat Geo, Wikipedia, dan media mainstream pada umumnya, kita telah diperkenalkan kepada cerita tentang Hitler dan ambisi Lebensraum (ruang hidup)-nya, bahwa Operasi Barbarosa dan seluruh kampanye militer di front timur adalah murni invasi untuk mengeksploitir kekayaan alam Rusia. Tapi benarkah seperti itu kejadiannya?

Pada tanggal 23 Agustus 1939, Jerman dan Uni Soviet sepakat membuat Pakta Perjanjian Non-Agresi untuk tidak saling menyerang. Pakta yang ditanda-tangani oleh menteri luar negeri dari kedua belah pihak, Joachim Von Ribbentrop (Jerman) dan Vyacheslav Molotov (Rusia), juga mengatur agar kedua belah pihak tetap netral dalam situasi apabila salah satu pihak penanda-tangan Pakta diserang dan harus berperang dengan elemen asing. Berdasarkan versi resmi sejarah PDII yang kita kenal, diceritakan bahwa Jerman melanggar Pakta Non-Agresi dengan melancarkan Operasi Barbarosa pada tanggal 21 Juni 1941 untuk menginvasi Rusia dan merampok sumber daya alamnya yang kaya. Apakah benar demikian faktanya?

Artikel Pertama pada Pakta Perjanjian Non-Agresi Jerman-Uni Soviet, berbunyi: “Sehubungan dengan masalah teritorial dan pengaturan politik di daerah Balkan (termasuk diantaranya: Finlandia, Estonia, Latvia dan Lithuania), kedua belah pihak (Jerman dan Uni Soviet) bersama ini sepakat untuk menghormati batas wilayah yang telah ditetapkan, yakni pada batas utara perbatasan negara Lithuania, dimana kedua belah pihak mengakui batas tersebut, dan serta-merta menghormati kedaulatan negara Lithuania sampai dengan daerah Vilna.”

Pada tanggal 12 Juni 1940, Uni Soviet melayangkan klaim teritorial kepada negara-negara daerah Balkan (termasuk Finlandia), yang merupakan tuntutan aneksasi terbuka terhadap wilayah negara-negara berkedaulatan yang diakui dalam Pakta Non-Agresi. Lalu pada 16 Juni 1940, militer Uni Soviet menduduki wilayah Kaunas dan Vilna, dengan ini secara resmi menganeksasi Lithuania dan melanggar Artikel Pertama Pakta Perjanjian Non-Agresi dengan Jerman.(14)

Sebuah Artikel lain dari Pakta Perjanjian Non-Agresi Jerman-Uni Soviet, “..sehubungan dengan wilayah selatan Eropa Timur, Pihak Kedua (Uni Soviet) dengan ini menyatakan ketertarikannya atas wilayah Bessarabia, Rumania Timur.”

Pada tanggal 26 Juni 1940, Uni Soviet melayangkan ultimatum kepada pemerintah negara kedaulatan Rumania untuk menyerahkan wilayah Bessarabia dan Bukovina Utara. Lalu pada tanggal 10 Juli 1940, militer Uni Soviet menduduki selatan Dardanella dan kawasan delta sungai Danube, sadar tidak hanya ini merupakan pelanggaran lagi terhadap klausul Pakta Perjanjian Non-Agresi dengan Jerman, tapi juga sepenuhnya sadar bahwa manuver militer tersebut secara langsung mengancam stabilitas keamanan dan politik dari daerah yang merupakan salah satu akses utama minyak yang sangat vital bagi Jerman.(15)

Sebuah Jurnal Departemen Angkatan Bersenjata Amerika Serikat no.20-260 tahun 1953 yang berisikan studi dan analisa eskalasi situasi politik dan militer antara Jerman dan Uni Soviet di wilayah Rumania pra-PDII berbunyi, “..banyak bukti-bukti yang menguatkan indikasi niat tidak baik yang ditunjukan Rusia saat memutuskan untuk menganeksasi wilayah-wilayah di negara-negara daerah Balkan, dan menuntut Rumania untuk menyerahkan wilayah Bessarabia dan Bukovina Utara………Keputusan Hitler (untuk melancarkan Operasi Barbarossa) sedikit banyak dapat dijustifikasi dengan manuver Uni Soviet yang meningkatkan tekanan militer dan politik di wilayah Balkan (termasuk Bulgaria), terutama saat pasukan Rusia menduduki wilayah mulut sungai Danube, yang merupakan jalur utama logistik strategis Jerman.”(16)

Hubungan politik yang telah memburuk akibat aneksasi daerah Balkan, yang secara tidak langsung telah menciptakan ancaman cukup substansial terhadap kemanan jalur suplai Batu Besi (Iron Ore) dari Swedia ke Jerman, menjadi lebih buruk lagi ketika pada tanggal 23 Juni 1940, Moskow melayangkan lagi klaim teritorial (kali ini ke Finlandia), dan menuntut Finlandia untuk menyerahkan wilayah pertambangan Petsamo yang merupakan sumber pengadaan Nikel terutama bagi Jerman.(17) Tekanan militer dan politik yang ditebar Uni Soviet di negara-negara daerah Balkan, memicu bergabungnya Hungaria kedalam aliansi “Axis” bersama Jerman dan Italia pada tanggal 20 November 1940, diikuti oleh Rumania pada tanggal 23 November 1940, lalu Bulgaria yang belakangan ikut bergabung pada tanggal 1 Maret 1940. Ini adalah titik balik krusial dalam hubungan politik Jerman-Uni Soviet, setelah Uni Soviet secara sistematis menebar disharmoni dan kekacauan di negara-negara daerah Balkan dan Rumania yang terang-terangan dilindungi oleh Pakta Non-Agresi, sepenuhnya sadar bahwa tak hanya itu merupakan pelanggaran atas Perjanjian, namun juga merupakan ancaman tidak langsung terhadap kedaulatan negara Jerman.

Sebuah paragraf dari Deklarasi perang Jerman terhadap Uni Soviet berbunyi, “..berdasarkan aktivitas Rusia di wilayah-wilayah Eropa yang berada diluar kedaulatan Jerman, yang mencakup negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik baik dengan Jerman, dan/atau diduduki oleh Jerman. Seperti di Rumania, termasuk seluruh wilayah selatan Eropa Timur (dari Slovakia sampai Bulgaria) telah terang-terangan diklaim sebagai wilayah protektorat Rusia yang akan direalisasikan secepatnya setelah militer Jerman tidak lagi menjadi ancaman.”(18)

Satu-satunya wacana resmi mengenai keuntungan ekonomi dari front timur yang diketahui pernah dibicarakan oleh para petinggi Jerman, adalah dilakukan pada November 1940 ketika Hermann Göring dengan kapasitasnya sebagai Kepala Program Pembangunan Empat Tahunan Jerman (Vierjahrplan) mengadakan rapat dengan Adolf Hitler, dimana dalam rapat tersebut Göring menunjukan kepada Hitler sebuah rekomendasi komprehensif yang dibuat oleh Jendral-Infantri Georg Thomas. Rekomendasi yang penyusunannya dibantu oleh Direktorat Ekonomi Wilayah Timur (Wirtschaftsfuhrungsstab Ost) atau “WiStO”, juga menghadirkan studi komprehensif dan mendetail mengenai aspek strategis ekonomi Rusia termasuk didalamnya: perindustrian, pertambangan, dan infrastruktur, yang diusulkan sebagai sumber potensial untuk pendanaan kampanye militer Jerman pada tahun ketiga di front timur, sebagai antisipasi kemungkinan perang panjang. Rekomendasi ini secara jelas mencanangkan kemungkinan ekploitasi ekonomi Rusia yang sepenuhnya diprioritaskan demi kelangsungan hidup militer Jerman di Rusia, dan hanya bila ada surplus, baru kelebihannya akan dikirim ke Jerman sebagai jarahan perang, dan BUKAN berupa rencana penjarahan sistematis seperti yang diceritakan versi resmi sejarah PDII yang umum kita ketahui.(19)

KESIMPULAN: Operasi Barbarosa sama sekali BUKAN dilatar-belakangi oleh kebutuhan perluasan wilayah Jerman (Lebensraum) yang mendesak, dan sama sekali bukan karena sifat barbarisme bangsa Jerman yang menginginkan penjarahan sistematis terhadap sumber daya mineral Rusia yang kaya. Operasi Barbarosa adalah perang yang dikobarkan Jerman didukung penuh oleh “Koalisi Kapitalisme” (yang terdiri dari konglomerasi Amerika dan kerajaan Inggris) untuk menumbangkan setan komunis yang mengancam bukan saja negara kedaulatan Jerman, tapi juga kedaulatan kerajaan bisnis para raksasa konglomerat dunia.

SUMBER:
(14,15,17 & 18) “Nazi Conspiracy and Aggression Vol. VI” (US Government Printing Office) , Seekriegsleitung (SKL) Report C-170
(16) “Department of Army Pamphlet No.20-260: The German Campaigns in the Balkans” (Washington DC, 1956)
(19) “Operation Barbarossa: Strategy and Tactics on the Eastern Front, 1941” (Presidio Press), Bryan Fugate

(6). MITOS RENCANA PEMBUNUHAN MASSAL YAHUDI

Pada Agustus 1933, Reich Economich Ministry (Kementrian Ekonomi Jerman) dibawah Hjalmar Schacht, menanda-tangani nota kerja-sama bilateral antara Jerman Third Reich dengan Jewish Agency (organisasi embrio cikal bakal pembentukan pemerintahan negara Israel Raya di Palestina). Jewish Agency yang diwakili oleh Chaim Arlosoroff, berhasil membuat kesepakatan kerja-sama yang dikenal dengan sebutan “MOU Haavara” yang dalam bahasa Ibrani berarti “Relokasi”.(20)

Reich Economic Ministry juga membentuk perusahaan kerja-sama bilateral dengan Tel Aviv yang dinamakan INTRIA (International Trade & Investment Agency), yang digunakan sebagai “Escrow Account” (rekening penampung) bagi jaringan pengusaha Yahudi Eropa untuk menyalurkan sumbangannya kepada warga Jerman turunan Yahudi agar mau emigrasi ke Palestina. Selama beroperasi, INTRIA mencatat penyaluran sumbangan sebesar US$900.000 dari pengusaha Yahudi kaya Eropa ke Palestina.”(21)

Selama 26 September sampai dengan 9 Oktober 1934, surat kabar propaganda Nazi “Der Angriff” menerbitkan sebuah artikel yang berjudul “Ein Nazi Fahrt Nach Palastina”, yang menceritakan pengalaman Leopold von Mildenstein, seorang perwira Sicherheitsdienst (SD), Kepolisian Negara Jerman dibawah SS, yang tinggal di Palestina selama 6 bulan. Dalam artikel ini, von Mildenstein menceritakan kekagumannya kepada koloni Yahudi di Palestina, dan memuji prestasi dan semangat para emigrant Yahudi dari Eropa yang kini tinggal disana. Joseph Goebbels, Perdana Menteri Jerman, sampai memberikan penghargaan berupa medali kepada von Mildenstein, dalam jasanya melancarkan upaya emigrasi yahudi-Jerman ke Palestina.(22)

Reinhard Heydrich, pimpinan tertinggi SD, menulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam surat kabar “Das Schwarze” terbitan 15 Mei 1935, “Waktunya tidak terlalu lama sebelum Palestina akan menerima putra-putranya yang telah hilang selama ribuan tahun. Harapan dan itikad baik kami akan selalu menyertai mereka.”(23) Dukungan GESTAPO kepada program emigrasi Yahudi-Jerman ke Palestina ini juga diungkapkan oleh Dr. Hans Friedenthal, ketua Federasi Zionis Jerman / Zionistische Vereinigung fur Deutschland (ZVfD) pada sebuah artikel di harian “Judische Rundschau” pada bulan yang sama, “komunitas Yahudi-Jerman telah mendapat semua yang mereka butuhkan dari GESTAPO untuk apapun yang berhubungan dengan persiapan emigrasi ke Palestina.”(24)

Pada 9-10 November 1938, terjadi kerusuhan di hampir seluruh wilayah Jerman, berupa aksi perusakan, pembakaran toko-toko dan tempat ibadah Yahudi, yang dipicu oleh pembunuhan Duta Besar Jerman di Paris, Ernst von Rath oleh seorang Yahudi-Prancis muda bernama Herschel Grynszpan, yang membalas dendam perlakuan tidak adil terhadap keluarganya. Berdasarkan versi umum sejarah yang ditulis oleh sejarawan-sejarawan komersil dalam daftar gaji media mainstream, Malam yang dikenal dengan sebutan “Kristallnacht” (malam pecahan kaca), disebutkan 1099 Yahudi tewas, 30.000 yahudi dibawa ke Kamp Konsentrasi, 1.668 Sinagog dirusak, dan 200 dibakar, tapi tidak seperti itu kenyataannya. Peneliti dan sejarawan Ingrid Weckert melakukan penyelidikan komprehensif mengenai malam naas tersebut, dan menemukan banyak diskrepansi, rekayasa, bahkan kebohongan total dalam penulisan sejarah Kristallnacht.

Surat perintah No.174/38 diterbitkan oleh Rudolf Hess pada 10 November 1938, “Kepada seluruh Markas Gaulaiter (walikota) untuk segera mengambil tindakan. Mengulang Telex pada tanggal 10 November 1938). Atas perintah seluruh Jajaran Tinggi, memerintahkan: pembakaran tempat-tempat usaha Yahudi, dan sejenisnya tidak boleh terjadi dalam situasi dan kondisi apapun.” Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Weckert, dalam sebuah laporan “Situasi di Lapangan” yang diterbitkan Satgas Partai Nazi Sturm Abteilung (SA) disebutkan Komandan SA Viktor Lutze telah memerintahkan seluruh satgas SA untuk mencegah terjadinya perusakan harta benda milik warga Yahudi-Jerman oleh para demonstran Anti-Semit. Weckert juga menemukan sebuah telegram yang disimpan di Bundesarchiv (Pusat Arsip Jerman), yang diterbitkan oleh Heinrich Himmler sebagai Reischsfuhrer (Pimpinan Tertinggi SS) kepada Reinhard Heydrich pimpinan tertinggi SD (Kepolisian Negara Jerman), yang berisikan perintah untuk menghentikan aksi demonstrasi, dan membantu melindungi warga Yahudi-Jerman dari kekerasan.(25)

Pada akhir penyelidikan, Weckert memberikan jumlah 180 Sinagog terbakar, 7.500 jendela hancur, 36 yahudi tewas, 36 terluka, 20.000 Yahudi-Jerman diberikan perlindungan oleh Kepolisian SD, dan 174 penjarah ditangkap. Weckert yakin bahwa malam Kristallnacht diciptakan untuk mendorong warga Yahudi-Jerman untuk mau emigrasi ke Palestina.

Namun program relokasi warga Yahudi-Jerman baru benar-benar dilakukan secara efektif dan sistematis ketika tugas tersebut dibebankan kepada Obersturmbannfuhrer Adolf Eichmann, tangan kanan Reinhard Heydrich di Dinas Kepolisian SD. Pada tahun 1938, Eichmann mendirikan 32 kantor departemen “Die Enlosung der Juden Frage” (Solusi bagi pertanyaan Yahudi) di seluruh Jerman, Austria dan Bohemia/Moravia (Cekoslovakia). Dengan tugas yang diemban: adalah mensukseskan program emigrasi Yahudi-Jerman ke Palestina. Melalui kantor-kantor inilah, Eichmann mengkoordinir emigrasi warga Yahudi Eropa, dan mengirim mereka ke “tanah yang dijanjikan” melalui laut menggunakan kapal-kapal Jerman.(26)

Pengiriman yahudi ke Palestina oleh Eichmann dilakukan dari 1938 sampai masa akhir perang tahun 1944. Kapal-kapal tersebut berangkat dari pelabuhan Hamburg menuju Haifa dibawah pengawasan Dewan Rabbi Hamburg. Selama 1938-1939, tercatat sebanyak 10.000 orang yahudi dengan sukses diemigrasi dengan cara tersebut. Mulai Oktober 1941, kapal-kapal emigran Yahudi ke Palestina menempuh rute melalui Portugal dikawal oleh armada kapal perang Jerman, seiring dengan meningkatnya eskalasi perang antara Jerman dan Inggris. Tanggal 3 Agustus 1944 tercatat sebagai kloter terakhir dari kapal pengangkut emigran Yahudi ke Palestina, berangkat dari pelabuhan Constance, Bulgaria, sebelum Jerman kalah perang setahun kemudian.(27)

Reich Economic Ministry menyalurkan pengalihan kekayaan warga Yahudi dari Jerman ke Palestina sebesar 139,57 juta Reichsmark yang dikompensasi oleh pengiriman berbagai macam produk non-perang dari pabrik-pabrik di Palestina untuk membantu logistik Jerman selama masa perang. Departemen Solusi Masalah Yahudi Eichmann mencatat emigrasi sukses 70.000 warga yahudi dari wilayah Jerman, Austria & Cekoslovakia ke Palestina sepanjang tahun 1938 s/d 1944. Rabbi Agung Berlin, Dr. Isaak Goldstein menulis dalam memoirnya yang kemudian diterbitkan menjadi buku, “Kami berhutang untuk mengatakan kebenaran, bahwa lebih dari 30.000 Yahudi telah dikirim dengan izin Komando Tertinggi Jerman, menggunakan kapal-kapal, melalui Suriah, untuk memasuki Tanah Suci”(28)

SUMBER:
(20 & 24) “The Third Reich and the Palestine Question” (University of Texas), Francis Nicosia
(21) “The Transfer Agreement” (MacMillan, New York), Edwin Black
(22) “A Nazi Travels to Palestine” (History Today), Jacob Boas
(23) “Israel’s Langer Arm” (Govets, Frankfurt), Janusz Piekalkiewicz
(25) “Feuerzeichen: Die Reichskristallnacht” (Grabert) Inggrid Weckert
(26) “The Secret Roads” (Secker & Warburg, London), Jon and David Kimche
(27) “Zionism in the Age of the Dictators” (London’s Croom Helm), Lenni Brenner
(28) “Die Geschicte des Rabbi Goldstein in Berlin” (Heos Publisher, Paris), Goegette Goldstein-Laczko

(7). MITOS 6 JUTA TEWAS DI KAMP KONSENTRASI
Dalam sebuah Memoir yang diterbitkan menjadi sebuah buku, mantan Komandan Kamp “Konsentrasi” SS-Obergruppenfuhrer Horst Hoyer, bersaksi bahwa kehidupan di dalam Ghetto dan Kamp tidak seperti yang dipropagandakan media. Menurut Hoyer, Eichmann mengirimkan warga keturunan Yahudi dari daerah-daerah jajahan ke Ghetto-Ghetto di Polandia, yang didirikan untuk satu tujuan, yakni: sebagai Kamp Pelatihan bagi para calon emigran yang akan direlokasi ke Palestina. Dr.Epstein, seorang tokoh Yahudi yang bermukim di Berlin, dalam sebuah pertemuan, berkata kepada Hoyer memuji system Ghetto di Polandia sebagai “sebuah sekolah yang baik bagi masa depan para pemukim di Israel”. Pada tahun 1952, tepat 2 minggu setelah Kesepakatan Damai Jerman-Israel diratifikasi di Luxemburg, Hoyer menulis dalam bukunya bahwa ia didekati beberapa pengusaha Yahudi yang menawarkannya 30.000 mark untuk menandatangani surat yang menyatakan bahwa kesaksian dalam buku yang ia tulis sendiri adalah palsu. Hoyer tidak pernah menandatanganinya, dan buku nya menjadi salah satu bukti dari kebohongan Holokos.(29)

Komite Palang Merah Internasional ICRC (International Committee Red Cross) mendokumentasikan laporan penyelidikan menyeluruh terhadap kamp-kamp konsentrasi Jerman, yang diterbitkan dalam 3 volume. Oleh Konvensi Jenewa 1929, ICRC mendapat akses penuh ke kamp-kamp “konsentrasi” milik Jerman di seluruh wilayah Eropa. Dalam laporan setebal 1.600 halaman yang disusun ICRC ini, tidak ada satu kata pun mengenai “kamar gas” atau “pemusnahan sistematis”. Sebuah alinea dalam ICRC Report Vol.III tahun 1948 berbunyi, “Tidak hanya tempat cuci, tapi juga instalasi kamar mandi yang dilengkapi dengan pancuran air, dam tepat air kotor yang tersedia di kamp-kamp konsentrasi (termasuk Auschwitz) telah diperiksa oleh petugas lapangan.”(30)

Dalam Bab lain pada Laporan yang sama, menyatakan bahwa korban yang tewas di kamp-kamp konsentrasi adalah disebabkan oleh bencana kelaparan akibay aksi pemboman oleh sekutu yang memutus logistik Jerman, dan akibat wabah penyakit Tyfus, dan tidak ada satupun yang berbunyi “pemusnahan massal sistematis”. Bahkan pada sebuah tabel yang diberikan label “V-7” melaporkan adanya komunikasi dari pihak Jerman yang meminta bantuan kepada ICRC untuk menangani situasi beberapa kamp yang semakin kritis oleh kondisi kelaparan dan wabah penyakit. Apabila Nazi berniat untuk memusnahkan Yahudi, mengapa melakukan hal seperti itu??

Berdasarkan penelitian Fred Leuchter, seorang sejarawan dan peneliti Polandia, statistik resmi SS yang ia temukan di Bundesarchiv (Pusat Arsip Jerman), mencatat total 110.812 orang tewas di seluruh kamp “konsentrasi” sampai tahun 1943 disebabkan oleh penyakit dan kelaparan. Berdasarkan wawancaranya dengan seorang mantan penghuni Kamp Konsentrasi Sachsenhausen, Dr, Neuhausler, menyatakan bahwa tidak pernah terdapat aktivitas peng-gas-an dan pembakaran hidup-hidup penghuni Kamp oleh Nazi. Bahkan sebuah foto yang memperlihatkan seorang prajurit AS berdiri di depan pintu berlambang tengkorak bertuliskan “ACHTUNG! GAS!”, yang dijadikan sebagai alat bukti “kamar gas” di pengadilan Nuremberg, ternyata adalah sebuah kamar berukuran 3x2 meter yang berfungsi untuk membasmi hama dari pakaian tahanan.(31)

Dr. David Cesarani, Direktur Wierner Library di London juga pernah membuat tulisan dalam sebuah artikel berjudul “Preserving a Death Camp” yang dimuat di majalah “The Guardian” edisi 29 November 1993, menyatakan bahwa ia telah menemukan bukti bahwa Kamar Gas “Krema I” di Auschwitz dibangun pada tahun 1948.(32) Berdasarkan penyelidikan Fred Leuchter, Presiden Polandia Lech Walesa merubah plakat di Auschwitz yang bertuliskan “4 juta tewas disini” menjadi “1,5 juta tewas disini”, tetapi tetap tidak merubah angka 6 juta yahudi tewas yang tertera di sejarah umum.

Pada tahun 1979, ICRC merampungkan laporan mengenai Kamp “Konsentrasi” Jerman, dan memberikan angka akhir sebesar 271.304 korban tewas di seluruh kamp konsentrasi dibawah kontrol Jerman selama Perang Dunia 2. Perhitungan ini tidak beda jauh dengan statistik yang disusun oleh Sonderstandestamt (Dinas Catatan Sipil Khusus Jerman) per tanggal 31 Desember 1984 yang memberikan angka 282.077 sampai dari 373.468 korban tewas di seluruh Kamp “Konsentrasi” Jerman (termasuk Auschwitz). Tidak sampai 5% dari imajinasi 6 juta yahudi tewas berdasarkan sejarah umum.(33)

SUMBER:
(29) “Ein Dokumen zur Judischen Mitschuld an der Endlosung der Judenfrage” (Tubingen), Horst Hoyer
(30,32 & 33) “Hitler: Founder of Israel” (New Century Press), Hennecke Kardel
(31) “The Second Leuchter Report” (Journal of Historical Review), Fred Leuchter

(8). ALIH TEKNOLOGI NAZI KE AMERIKA

Nazi Jerman resmi menyerah kepada pasukan sekutu di Eropa pada tanggal 8 Mei 1945, setelah Hitler bunuh diri di bunkernya, saat tentara Merah Rusia telah hanya tinggal beberapa meter dari pertahanan Jerman terakhir di reruntuhan Berlin. Pada bulan itu juga, dengan agresif badan intelijen angkatan bersenjata Amerika mulai merekrut seluruh rocket scientists (ilmuwan roket) terbaik yang ada di dalam daftar gaji Wehrmacht untuk dibawa pulang ke Amerika dengan misi yang diemban adalah “untuk memajukan teknologi Amerika”.

Tercatat 100 orang ilmuwan roket terbaik Third Reich berhasil dibawa pulang kampung ke negara paman sam melalui sebuah operasi yang dikenal dengan nama ‘Operation Paperclip’. Pada tanggal 16 Juli 1945, berkat teknologi Heavy Water (konsep bom atom yang memang sedang dalam pengembangan oleh para ilmuwan Jerman), akhirnya Amerika mampu mengembangkan senjata Nuklir strategis pertama di dunia bekerjasama dengan Inggris dan Kanada dalam sebuah proyek yang dinamakan Manhattan Project(32). Tes peledakan bom atom ini pertama kali dilakukan di daerah New Mexico dalam serangkaian tes yang juga dikenal dengan nama ‘Triniti Test’. Detonasi bom atom pertama di dunia ini menghasilkan ledakan ekuivalen dengan 19 ton bahan peledak TNT, dan meninggalkan lubang besar bagaikan kawah seluas hampir setengah kilometer dengan kedalaman 4 meter.

Tanpa menunggu lama, 2 bom dari spesies yang sama langsung melakukan penampilan debutnya di kota Hiroshima, Jepang. 70.000 orang sipil tewas secara instan sebagai hasil dari ledakan bom nuklir pertama di dunia ini. Hampir 2 kilometer kota dari pusat episentrum ledakan rata dengan tanah, dan lebih dari 5 kilometer dari pusat ledakan terbakar dengan hebat. 75% struktur bangunan yang berada di kota Hiroshima menghilang seolah-olah menguap ke udara. Dan lebih dari 100.000 orang akan mati pada tahun-tahun berikutnya disebabkan oleh keracunan radiasi. Prestasi yang sama diukir di kota Nagasaki dengan 30.000 orang mati seketika, dan 40.000 orang menyusul setahun sesudahnya disebabkan oleh keracunan radiasi.

Bom kedua ini meratakan seluruh bangunan dalam radius 2 kilometer, dan menghanguskan apapun yang berada dalam radius 4 kilometer dari pusat ledakan. Hasil akhir dari Proyek Manhattan ini, adalah menghabiskan anggaran belanja negara Amerika lebih dari 2 milyar dollar, namun juga menciptakan lapangan pekerjaan untuk lebih dari 130.000 ribu warga negara Amerika yang bekerja di 3 fasilitas pengembangan nuklir di 3 negara bagian di Amerika Serikat. Proyek pengembangan persenjataan strategis nuklir Manhattan ini begitu dijaga kerahasiaannya sampai Wakil President Harry Truman baru mengetahuinya ketika President Roosevelt meninggal dunia. Banyak hal yang berhubungan dengan Operasi Paperclip dan Proyek Manhattan masih ditutup rapat-rapat dari publik Amerika sampai sekarang, terutama FAKTA bahwa imluwan Nazi lah yang membuat Amerika Serikat menjadi negara adidaya.

SUMBER:
(32)“The New Pearl Harbor: Disturbing Questions About the Bush Administration and 9/11” (Olive Branch Press), David Ray Griffin

(9). YAHUDI BUKAN DALANG KONSPIRASI DI DUNIA

Pada Agustus 1938, Hitler menganugerahi penghargaan kepada Henry Ford berupa medali “Grand Cross” (semacam Knight Cross untuk sipil) atas jasanya membantu membangun persenjataan Jerman. Berdasarkan berita yang dilansir New York Times, ini adalah kali pertama sebuah Grand Cross dianugerahkan kepada orang asing non-Jerman.(33) Pemberian medali oleh Hitler kepada Henry Ford ini kemudian mengundang kritik yang dilayangkan oleh Sekretaris Interior AS Harold Ickes pada pidatonya di Cleveland yang menyebutnya sebagai “Sebuah kesalahan yang dilakukan milyuner non-yahudi.”(34)

Henry Ford, industrialis kulit putih pemilik manufaktur kendaraan bermotor terbesar di Amerika yang berdarah Inggris-Irlandia ini, memang telah lama dikenal sebagai sosok protestan anti-semit (tidak pro yahudi), bahkan ia telah terlibat langsung dalam pembiayaan kampanye Hitler dan revolusi NSDAP di Munich dari awal. Sebuah kesaksian yang dibuat Auer, seorang wakil presiden direktur dari Bavarian Diet saat pengadilan Hitler: “Perusahaan kami telah lama mendapatkan informasi pergerakan partai Herr Hitler yang dibiayai sepenuhnya oleh figur anti-semit Amerika, Henry Ford. Saya tahu Tuan Ford tertarik kepada pergerakan yang diusung NSDAP sejak beberapa tahun yang lalu. Saya mengetahuinya melalui agen Tuan Ford sendiri yang sedang menjual Traktor di Munich. Ia bercerita kepada saya, bahwa setelah bertemu Diedrich Eichart, Herr Eichart memintanya untuk menyampaikan permohonan permintaan dana untuk perjuangan NSDAP ke Tuan Ford. Tak butuh waktu lama sebelum dana mulai mengalir deras dari Tuan Ford ke Munich. Dalam beberapa kali pertemuan saya dengan Herr Hitler, saya sering mendengar langsung betapa bangganya dia akan dukungan Tuan Ford pada perjuangannya. Saya juga melihat foto Tuan Ford dipajang pada dinding di ruang kerja Herr Hitler”(35)

Hitler mendapatkan vonis hukuman yang relatif ringan mengingat tingkat keseriusan tuduhan yang dilayangkan padanya atas percobaan kudeta di Bavaria. Lalu ia menghabiskan sisa waktunya di penjara yang cukup nyaman, menulis buku Mein Kampf, yang sebagian besar isinya terinspirasi dari buku Henry Ford yang berjudul “The International Jew”. Bahkan banyak paragraf di Mein Kampf yang diambil mentah-mentah oleh Hitler dari buku tersebut. Boleh dibilang, Mein Kampf lahir karena kekaguman Hitler akan ide-ide revolusioner yang ditulis oleh industrialis anti-semit itu.(36)

Dalam sebuah wawancaranya dengan New York Times, Henry Ford berkomentar, “Dalam 60 keluarga yang secara langsung menentukan nasib negara-negara di dunia, 20 diantaranya secara langsung mengontrol sektor moneter dari negara-negara tersebut. Mereka adalah pencipta perang dalam arti sebenar-benarnya. Ini adalah aspek konstruktif dan juga destruktif dari Wall Street. House of Morgan adalah definisi dari aspek konstruktif (Dawes Plan). Telah bertahun-tahun lamanya saya kenal Tuan Morgan (J.P. Morgan pemrakarsa bantuan finansial Dawes Plan untuk Jerman). Boleh dibilang beliau adalah sahabatku. Perang atau damai di dunia adalah mereka yang tentukan. Boleh dibilang, Wall Street lah yang tentukan kapan dunia harus berperang, kapan dunia harus damai. Kenapa kita melakukan hal ini? Karena uang yang diciptakan darinya, meski kami pun sadar akan penderitaan manusia yang dibawa olehnya pula.”(37)

KESIMPULAN: Perang salib (crusade) yang dikobarkan Henry Ford dan Morgan ke para penguasa bisnis yahudi di Eropa, yang dengan sukses ditumbangkan melalui pembiayaan PDII, yang merombak total peta bisnis di Eropa.

RENUNGAN: Tidak semua yang kita lihat adalah seperti itu adanya. Hampir semua yang kita tahu tentang peradaban modern, tak lain hanyalah sebuah bagian mikro dari modul bisnis makro yang secara sistematis disosialisasikan kepada kita untuk mengajarkan apa-apa yang harus kita sukai, dan apa-apa yang harus kita benci. Melalui sebuah program yang dinamakan “pelestarian kebencian”. Rasa benci kita terhadap (katakanlah) satu golongan, agama atau ras, juga merupakan produk akhir dari program serupa yang telah disosialisasikan kepada kita dengan metoda yang sama. Karena selama masih ada sekelompok orang yang memiliki cukup alasan untuk membenarkan pembunuhan terhadap kelompok lain, maka akan ada setidaknya sepucuk senjata dan sebutir peluru yang terjual; akan ada pembangunan pasca konflik; akan ada pinjaman dibutuhkan dari sindikasi kreditur; akan ada privatisasi dan investasi sektor swasta; akan ada lapangan pekerjaan; akan ada bunga yang harus dibayar; dan tentunya akan ada profit (keuntungan) yang tercipta. Karena perang adalah bisnis, dan tidak ada bisnis yang lebih menguntungkan daripada perang.

1. Hitler dan Nazi dibiayai untuk mengobarkan Perang Dunia II untuk menata ulang ekonomi Eropa demi keuntungan para konglomerat.

2. WTC 9/11 direkayasa supaya perusahaan-perusahaan minyak Amerika dan Inggris bisa kuasai ladang minyak di Irak, dan jalur minyak di Afhanistan

3. Iran dan Korut diembargo supaya putus asa dan mau berperang (persis seperti Jepang pada tahun 1941)

4. Cerita FIKSI holokos diciptakan untuk mendirikan negara Israel, agar para konglomerat mendapat bunga dari pinjaman besar setiap tahun (Yahudi BUKAN dalang konspirator, yahudi cuman obyek adu domba dengan Islam untuk prospek bisnis Perang Dunia III).

Berdasarkan hasil investigasi para sejarawan, disertasi para doktor, dan jurnal-jurnal professor dari berbagai universitas ternama di Amerika dan Inggris, atas kejadian-kejadian sebenarnya dibalik peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dunia, yang telah dengan sistematis dihapus dari catatan sejarah, dan dijauhkan dari jangkauan kita, yakni: para raksasa bisnis pemilik jaringan konglomerasi super kompleks yang berkolusi dengan para elit politik negara-negara super power, dan menjadi dalang dari hampir seluruh konflik di berbagai lini kehidupan di muka bumi ini. Mereka yang bertanggung-jawab menebar kebencian, mempromosikan konflik, mengobarkan peperangan, dan meraup keuntungan darinya, melalui sebuah program yang mereka namakan “Pelestarian Kebencian”, dimana agan-agan adalah target utamanya. Dan mereka adalah kulit putih (BUKAN yahudi).

“Nervos Bellum Pecuniam” yang berarti: “Esensi perang adalah Uang” (Marcus Tulius Cicero), Senator Romawi Tahun 49 SM

SUMBER:
(33)”New York Times”, August l, 1938
(34)”New York Times”, December 19, 1938, 5:3
(35)”The Tragedy of Henry Ford” (New York: G.P. Putnam's
Sons), Jonathan Leonard
(36)“The Legend of Henry Ford” (New York: Rinehart & Co), Keith Sward
(37)”New York Times”, June 4, 1938, 2:2